Ingin Reformasi Ekonomi, Jepang Bubarkan Parlemen


Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe resmi membubarkan parlemen dan membuka jalan bagi pemilihan umum sela. Pembubaran parlemen tersebut diumumkan di gedung Majelis Rendah Jepang oleh Bunmei Ibuki pada Jumat pagi waktu setempat.

Pembubaran Parlemen Majelis Rendah itu menjadi kesempatan PM Shinzo Abe untuk melakukan reformasi ekonomi dan menunda kenaikan pajak penjualan.

Namun, seperti dikutip dari BBC, Jumat, 21 November 2014, jajak pendapat yang dilakukan oleh media lokal menunjukkan rendahnya dukungan warga terhadap langkah Abe tersebut. Masyarakat juga banyak yang mempertanyakan alasan menggelar pemilu lebih cepat dua tahun dari yang dijadwalkan.

Jepang akan menggelar pemilu pada 14 Desember mendatang. Lebih cepat dua tahun dari jadwal sebelumnya yang akan digelar pada 2016.

Pada hasil survei yang dibuat oleh kantor berita Kyodo, sebanyak 63 persen masyarakat Jepang tidak memahami alasan PM Abe menggelar pemilu lebih cepat. Survei berbeda yang dibuat oleh surat kabar Asahi Shimbun juga mendapati hanya 39 persen masyarakat yang mendukung langkah Abe tersebut.

Atas langkah itu, Abe dan partai tempatnya bernaung, Partai Demokratik Liberal (LDP), mengalami penurunan popularitas di mata konstituen. Namun, Mereka tetap berharap bisa memenangkan pemilu Desember mendatang karena suara oposisi masih lemah.

Dia berjanji akan mengundurkan diri jika koalisinya yang terdiri dari Partai LDP dan Komeito, gagal memenangkan pemilu sela pada Desember mendatang. Kampanye akan dimulai pada 2 Desember.

Abe akan menjalankan kebijakan ekonomi ambisiusnya yang diberi nama "Abenomics" jika dalam pemilu mendatang sukses meraih suara mayoritas. Kebijakan yang sudah diluncurkan sejak dua tahun lalu itu dianggap bisa merevitalisasi ekonomi Jepang. (Baca juga: G20 Bahas Ekonomi Jepang dan Eropa)

"Ada kritik yang menyebutkan Abenomics adalah sebuah kegagalan," kata Abe. "Jadi apa yang harus kita lakukan? Sayangnya, saya belum mendengar satu ide yang konkret."

Perekonomian Jepang terus merosot meski pertumbuhan Produk Domestik Bruto tercatat meningkat. Bahkan, Jepang memasuki resesi pada kuartal ini. Hal itu diperburuk oleh kenaikan pajak penjualan pada April lalu dari lima persen menjadi 8 persen, yang berakibat belanja konsumen menjadi anjlok. 

Kenaikan pajak konsumsi tahap kedua awalnya dijadwalkan pada Oktober 2015 menjadi 10 persen, tapi Abe akan menundanya hingga 18 bulan ke depan




Sumber : tempo
Share on Google Plus

About Unknown

Hanyalah Seorang Manusia Biasa yang tidak lepas dari Kesalahan.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar