Di kaki Gunung Gede-Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat, khususnya di wilayah Cimangkok berdiri sebuah Koperasi Peternak Sapi (KPS) Gunung Gede yang menghasilkan beberapa produk olahan susu seperti yoghurt. Misalnya CV Hasmilk yang memproduksi yoghurt tanpa bahan pengawet, sehingga banyak dicari kaum ekspatriat.
Menurut Irawan, bagian Pemasaran CV Hasmilk, minat masyarakat di dalam negeri terhadap produk olahan susu tanpa bahan pengawet ini cukup tinggi, khususnya kalangan ekspatriat yang ada di Indonesia, seperti di Bali.
"Seperti di Bali, western (orang barat) itu butuh yoghurt seperti ini (tanpa bahan pengawet)," kata Irawan di sela-sela acara Promosi dan Pasar Hasil Peternakan di Gedung Eks RS Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Selain yoghurt, CV Hasmilk juga menjual berbagai produk olahan susu lainnya seperti permen karamel, stcik susu, es susu, dan puding susu. Usaha ini bermula dari koperasi pemerahan susu, sang pemilik terus melakukan diversifikasi produk.
"Koperasi pemerahan susu ini ada tahun 1999. Kemudian dari kita ada pemikiran, masa kita hanya jualan susu mentah saja. Jadi kita mulai bikin turunannya di tahun 2006. Kami bikin yoghurt, bikin karamel susu, dan produk turunan lain. Alhamdulillah diterima masyarakat," tutur Irawan.
Hasmilk juga telah mengantongi sertifikat halal dari MUI dan sertifikat kesehatan dari BPOM. "Kita juga sudah dapat pelatihan dari Kementerian Perindustrian tentang bagaimana pengemasan, kebersihan dan pemasaran. Semua sudah sekarang tinggal dukungan pemasaran saja. Kami akan usaha sendiri tapi akesenya minta tolong dipermudah. Supaya produk-produk seperti yang kami buat, bisa bersaing," katanya.
Namun menjalankan bisnis produk olahan susu punya bantak tantangan, seperti terkendala logistik. Kini produknya belum bisa menjangkau daerah yang terlalu jauh seperti Bali. Masalah infrastruktur dan fasilitas penyimpanan berpendingin menjadi kendala untuk pengiriman ke wilayah yang jauh seperti Bali.
"Karena ini produk organik ya, butuh udara yang kondusif. Kita sudah coba pakai penyedia jasa logistik yang ada, tapi pada nggak bisa karena kendaraan transportasi mereka nggak dilengkapi pendingin. Kalau begitu kan produk kita jadi rusak malah nggak punya nilai ekonomis," katanya.
Ia mengatakan produk Hasmilk butuh waktu yang lama hingga berhari-hari untuk bisa mencapai pasar seperti Bali. Pasar Bali sangat potensial karena banyak dihuni kaum ekspatriat.
"Selain itu, saya kan ini produksi di Cimangkok, Gunung Gede (Jawa Barat) kalau kirim barang ke Bali itu lama angkutannya," katanya.
Irawan mengharapkan upaya pemerintah untuk meningkatkan akses logistik dapat cepat terealisasi, seperti rencana tol laut di bawah pemerintaha Presiden Jokowi.
"Yang seperti tol laut itu harapannya cepat jadi. Jangan lupa disediakan kontainer yang ada pendinginnya supaya produk-produk segar seperti kami ini bisa diangkut juga. Mudah-mudahan harapan ini didengar Pak Presiden," ujarnya.
detik
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar